Ketika seseorang berkali kali melakukan ketidakjujuran maka pola-pola kontradiktif dalam otaknya akan semakin banyak dan semakin kuat, dan pada akhirnya akan membentuk karakternya menjadi seorang manipulator. Ketika pola karakter manipulator ini semakin menguat maka ia tak akan lagi mempertimbangkan baik dan buruk pada segala hal yang dilakukannya. Kita bisa melihat kenyataan ini pada seorang penipu ulung yang sudah tidak bisa mempertimbangkan lagi apakah yang dilakukannya itu benar atau salah.
Bahaya yang muncul dari hal ini adalah adanya energi akibat deviasi (d) yang tak tersalurkan. Energi ini menjadi energi potensial dalam pikiran yang memiliki sifat negatif. Saat energi bersifat negatif ini berubah bentuk ia akan mencari perubahan bentuk energi yang negatif pula. Demikian pula frekuensi negatif dari energi ini semakin besar maka akan semakin memancar keluar dan menarik pola-pola energi negatif lainnya yang ada. Seorang penipu akan hidup ditengah kenegatifan akibat dari pola-pola dalam otaknya. Bentuk final dari energi negatif ini muncul pada saat proses sakaratul maut, proses kematian saat dimana “Tinjauan Hidup” (Life Review) berlangsung. Saat kesadaran mencari jalan untuk keluar (dalam kematian) ia hanya akan menemui kebingungan karena menemukan ribuan pola kontradiktif dan energi negatif yang membuatnya bagaikan menelusuri sebuah labirin gelap tanpa akhir dan tak ada jalan keluarnya. Apabila ia beruntung energi negatifnya “matang” saat masih hidup maka resiko tersesat itu bisa berkurang, diganti dengan pengalaman merasakan energi negatif yang bermanifestasi dalam hidupnya. Manifestasi energi negatif ini sangat beragam mulai dari depresi ringan, sakit fisik hingga sakit jiwa berat.
Karena itulah hakikatnya saat seseorang berlaku tidak jujur, menipu, memanipulasi orang lain, sebenarnya yang terjadi adalah ia sedang memanipulasi dirinya sendiri.
Bentuk Pola Realitas dalam sistim neuron otak. Antara Realitas Asli (atas) dan Realitas Palsu (bawah).