Seorang murid bertanya pada gurunya “Guru, apakah benar di sorga nanti yang ada hanyalah kebahagiaan dan kedamaian saja ?”.
Guru menjawab “Aku tidak tahu karena diriku belum pernah melihat sorga dengan mataku sendiri”.
“Tapi bukankah guru sudah banyak mendalami berbagai kitab suci, mempelajari ribuan dalil tentang kenikmatan sorga dan di dunia ini selalu melakukan ibadah dengan rajin ?” si murid bersikeras.
“Semua hal yang kulakukan itu tidak menjamin diriku masuk ke sorga. Siapakah diriku ini yang berani menganggap diriku sudah layak untuk sorga ?”. Guru melanjutkan “Namun demikian ada satu hal yang aku yakini tentang sorga, yaitu bahwa kamu tidak layak untuk masuk sorga”.
Murid kaget dan dengan terbata-bata bertanya “mengapa bisa demikian ? darimana guru menyimpulkan hal tersebut ?”
Guru tersenyum dan menjawab “yang berhak masuk sorga adalah mereka yang sudah bisa menghilangkan sifat iri-hati, dengki, kebencian, mencintai sesama dan selalu bersikap baik pada tetangga mereka. Dan sayangnya dirimu belum bisa menghilangkan berbagai sifat buruk tersebut.”
“Apakah engkau mengira tuhanlah yang akan membuang semua sifat-sifat burukmu itu. Tidak demikian, tugas kitalah selama hidup di dunia ini untuk memperbaiki akhlak kita, membuang sifat buruk yang ada dan menumbuhkan kasih sayang pada makhluk tuhan yang lain. Karena akhlak kita itulah kita jadi layak untuk masuk sorga.”
“SeAndainya engkau masuk sorga dengan berbagai sifat burukmu itu, bukankah penghuni yang lain akan terganggu ? Sifat iri dengkimu akan muncul saat melihat ada penghuni sorga lain yang lebih dimuliakan tuhan. Di dalam sorga engkau akan membenci penghuni sorga yang lain karena tidak sependapat dengan dirimu. Dan watakmu yang tidak disukai tetangga karena selalu nyinyir akan tetap engkau bawa sampai kesana. Belum lagi dengan mereka yang sering menyalahkan tata cara ibadah orang lain, di sorgapun mereka menemukan keasyikan dengan mencari-cari kesalahan penghuni sorga yang lain.”
“Karena itulah tugas di dunia ini sangat berat bagi kita. Kita harus sudah bisa berperilaku layaknya perilaku para penghuni sorga, agar kelak layak masuk kesana.”
Begitu mendengar penjelasan dari guru, murid menangis sedih “Oh sengsaranya, betapa berat sorga itu bagi diriku.”
Kemudian Guru menutup pembicaraan “Bila kesengsaraan itu tak kau lepaskan, maka sampai di sorga kelak kesengsaraan itu juga akan terus mengikuti dirimu.”