39. Harapan Kosong Manusia

Saya tidak anti-teknologi. Teknologi dan sains telah meningkatkan kualitas hidup manusia secara keseluruhan. Berbagai epidemi mematikan yang pada zaman dahulu menjadi momok pembunuh manusia telah berhasil ditemukan obatnya, dengan resiko pertambahan penduduk dunia yang akselerasinya sangat pesat. Ironis bahwa majunya kesehatan dan kemakmuran manusia justru menimbulkan masalah lain yang tak kalah besarnya.

Dari berbagai data populasi dan kemajuan teknologi kita bisa melihat grafik yang sangat fantastis. Dari grafik populasi penduduk beserta prediksinya untuk beberapa tahun kedepan memperlihatkan bahwa bumi ini pada suatu titik tak akan mampu lagi menampung beban jumlah manusia.

Demikian pula selaras dengan grafik kenaikan penduduk, efek negatif seperti kenaikan jumlah emisi pun beriringan naik. Belum lagi adanya masalah sampah yang tak terurai, pencemaran lingkungan dan sebagainya. Semua masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan level pemikiran yang terlibat di dalamnya. Bila kita mengharapkan para politisi ataupun pemerintah yang harus peduli pada masalah ini maka kita bisa berharap pada retorika dan omong kosong belaka. Para politisi sudah memiliki masalah mereka sendiri yaitu masalah bagaimana bertarung menuju yang teratas. Semua adalah bentuk egoisme dan kehausan akan kekuasaan yang dikemas dalam bentuk santun. Pemerintah sudah memilki banyak masalah dengan suksesi politik mereka. Karena itulah, harapan untuk menyebarkan kewarasan, akal sehat menghadapi tantangan ini adalah kita. Orang biasa yang peduli dan mau menjadi sadar.

\"\"

\"\"

Dengan melihat akselerasi perkembangan teknologi saat ini hanya tinggal menunggu waktu bagi penyakit-penyakit yang saat ini belum tertangani dengan baik seperti kanker dan AIDS bisa diobati secara tuntas. Namun perlu dipahami juga bahwa berbagai pengobatan dan kemudahan gaya hidup telah membuat manusia sembrono dan menjadi semakin rentan secara psikologis. Disamping itu berbagai epidemi yang baru muncul dan lebih sulit ditangani menunjukkan adanya mutasi genetik epidemi yang semakin berkembang. Saat buku ini ditulis virus Corona sebagai hasil dari aksi survival virus yang bermutasi telah memakan korban lebih dari satu juta orang.

Selain itu kemajuan teknologi juga semakin mengurangi peran manusia dalam menangani berbagai hal. Hal ini secara otomatis semakin menyebabkan pekerjaan manusia semakin berkurang setiap tahunnya. Teknologi robotik barangkali menguntungkan pengusaha besar, namun mematikan kesempatan bekerja kaum pekerja -manusia kebanyakan.

\"\"

Pertambahan jumlah unit robot industri yang signifikan setiap tahun mengisyaratkan dibaliknya akan adanya pengurangan tenaga kerja manusia. 

Yang menjadi lebih menyedihkan lagi adalah fakta bahwa masyarakat umat manusia diposisikan secara sistemik untuk menjadi konsumen sepanjang hayat mereka. Berbagai teknologi baru dalam teknik marketing dan mesin periklanan semakin efektif dalam menggiring hasrat manusia ke jurang tanpa dasar bernama konsumtivisme. Semua penelitian terbaru di bidang bisnis mengacu pada satu hal; menjual lebih banyak.

Dalam era online seperti sekarang dimana -tampaknya- semua hal seperti transparan, sesungguhnya tengah berlangsung pertarungan tak kasat mata yang sesungguhnya. Pertarungan memperebutkan ranking, rating dan pembajakan privasi besar-besaran. Identitas dijual dengan harga yang murah, jasa saling mencurangi menjadi lahan bisnis yang basah. Manusia dikendalikan oleh algoritma ciptaan korporasi, bahkan pengaruh di ranah politikpun menjadi tergantung pada korporasi pengendali mesin pencari dan penguasa media.

Lahan besar pengguna internet adalah generasi muda. Bahaya kecanduan media sosial bagi generasi muda sudah banyak dibahas oleh para psikolog. Bagaikan pisau, teknologi maju yang bermata dua bisa menjadi berbahaya bila moral penggunanya tidak memiliki norma dan etika. Disatu sisi ia bisa menjadi sarana mempermudah dan meningkatkan kehidupan manusia, namun disatu sisi lainnya ia bisa berbahaya saat penggunanya tidak memiliki kontrol kesadaran. Yang paling signifikan adalah penyalahgunaan media sosial yang juga meningkat. Dalam literatur, sejumlah dugaan gangguan yang timbul dari media sosial telah dikonseptualisasikan termasuk kecanduan media sosial, gangguan media sosial, penggunaan media sosial yang berlebihan, penggunaan media sosial yang bermasalah, penggunaan media sosial kompulsif dan penggunaan media sosial patologis.

\"\"

Meskipun kecanduan media sosial tidak secara resmi diklasifikasikan dalam edisi terbaru dari Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5; American Psychiatric Association [APA], 2013) ia telah dimasukkan sebagai kecanduan perilaku dalam literatur.

Kecanduan perilaku dapat mirip dengan kecanduan zat dalam banyak hal termasuk sejarah alam, fenomenologi, toleransi, komorbiditas, kontribusi genetik yang tumpang tindih, mekanisme neurobiologis, dan respons terhadap pengobatan. Selain itu, kecanduan perilaku biasanya melibatkan dorongan atau keinginan sebelum terlibat dalam perilaku kecanduan, mirip dengan kecanduan zat. Dalam konteks ini, penelitian empiris menunjukkan bahwa kecanduan media sosial memiliki karakteristik umum dengan kecanduan perilaku dan obat-obatan (drugs).

\"\"

Kecanduan media sosial telah didefinisikan sebagai penggunaan berlebihan media sosial yang bermasalah, yang terdiri dari :

  1. Peningkatan dari waktu ke waktu dalam keinginan untuk menggunakan media sosial,
  2. Kegiatan pendidikan dan / atau pekerjaan yang penting diabaikan, 
  3. Merusak hubungan pribadi,
  4. Menggunakan media sosial untuk melepaskan diri dari tekanan kehidupan sehari-hari (dengan peluapan) emosi negatif, 
  5. Mengalami masalah dalam mengurangi atau menghentikan penggunaan media sosial,
  6. Menjadi tegang dan mudah tersinggung ketika media sosial tidak dapat digunakan, internet tidak dapat diakses dan
  7. Berbohong tentang durasi penggunaan media sosial. 

Penelitian telah menunjukkan bahwa kecanduan media sosial terkait dengan psikopatologi, sistem penghargaan dan hukuman, gangguan tidur, kemunduran kinerja akademik, kesepian, kepribadian narsistik, perilaku kecanduan, impulsif, ketidakpuasan hubungan, keterhubungan sosial, dan gangguan yang terkait dengan penggunaan teknologi digital seperti kecanduan internet, takut ketinggalan, sindrom game online. Dalam konteks ini, dapat dikatakan bahwa kecanduan media sosial memiliki spektrum etiologis yang luas.