Semua tradisi spiritual terdapat metode pengekangan diri seperti ini. Menjalankan puasa merupakan salah satu kewajiban dalam beberapa agama Kita mengenal adanya adanya perintah puasa dalam Al-Quran, Injil, Taurat dan kitab lainnya. Disamping itu kepercayaan tradisionil pun mewajibkan puasa bagi para penganutnya, contohnya adalah kepercayaan Kejawen. Puasa apabila bisa dilaksanakan dengan benar maka akan bisa memberikan manfaat yang besar sekali bagi perkembangan spiritual kita. Efek dari puasa adalah sama seperti latihan ini. Perbedaannya terletak pada kontinuitasnya. Apabila puasa dilakukan dengan benar maka pada akhir puasa orang yang melakukannya akan memperoleh kesadaran yang baru yaitu kesadaran yang lebih halus dan lebih tinggi daripada manusia pada umumnya. Kesadaran baru ini yang akan menerangi dan menuntun dia dalam memahami perjalanan hidup tanpa keegoisan.
Makna dan teknik puasa ini menjadi berkurang manfaatnya tatkala pelaku puasa hanya menjalankannya secara ritualistik dan mekanistik. Dalam puasa yang kurang berhasil seperti ini yang didapatkan hanyalah rasa haus dan lapar saja. Makna terdalam puasa bukan terletak di permasalahan toleransi ikut merasakan kesusahan mereka yang kurang beruntung. Makna terdalamnya adalah merasakan penderitaan, menghayatinya dan melampauinya. Ketika saat makan tiba dan menjadi saat penuh hura-hura kemewahan dimana makanan lezat berlimpah hingga perut kekenyangan maka fungsi terdalam puasa menjadi hilang.
Seharusnya saat makan tiba (setelah berbuka) berpuasa pun harus menjadi sarana kontinuitas berlatih puasa. Makan secara sederhana dan secukupnya. Kebanyakan orang justru menggunakan saat tersebut untuk berfoya-foya dalam hal makan minum. Berbagai menu makanan enak dibuat, sampai banyak sisa akibat tidak bisa dimakan. Ini adalah seuatu yang sangat ironis karena ketika sesorang berpuasa dan lapar, makanan apapun yang tersedia pasti akan terasa nikmat.
Puasa merupakan salah satu latihan spiritual atau melatih kesadaran dengan metode yang disebut sebagai “Penderitaan yang disengaja”.
Puasa telah ada sejak zaman prasejarah dengan beragam jenis aturannya. Ada yang mewajibkan berpuasa selama 50 hari. Ada yang berpuasa menahan diri tidak bicara selama waktu tertentu. Dan berbagai macam jenis puasa lainnya. Semua itu bermanfaat menjadikan diri kita lebih peka terhadap sinyal-sinyal komunikasi alam semesta. Dengan kemampuan tersebut maka kita tidak akan membuta mengikuti dogma dan propagAnda dari mereka yang mengaku paling mengetahui kemauan tuhan namun sebenarnya sama sekali tidak pernah mengenal tuhan yang sesungguhnya.
Berikut adalah data dari jurnal ilmiah yang meneliti tentang efek puasa bagi atlit.
Kesimpulan dari penelitian tersebut menyatakan :
Studi kami menunjukkan bahwa puasa 48 jam akut menghasilkan aktivitas parasimpatis yang lebih tinggi dan penurunan aktivitas otak frontal istirahat pada atlet angkat besi amatir. Selain itu, kami menemukan peningkatan kemarahan dan peningkatan fungsi kognitif yang dimediasi prefrontal-korteks, seperti fleksibilitas mental dan mengatur pergeseran, setelah puasa. Sebaliknya, kinerja kognitif yang terkait dengan hippocampus tidak dipengaruhi oleh kekurangan kalori total. Sudah terbukti bahwa tidak hanya individu yang terlatih secara resistansi tetapi juga individu yang terlatih secara aerobik menunjukkan respons yang dilemahkan terhadap stresor. Dengan demikian, penelitian tambahan diperlukan untuk menentukan efektivitas dan peran yang dimainkan oleh berbagai latihan dan bentuk aktivitas fisik (pelatihan aerobik versus pelatihan resistensi) dalam puasa jangka pendek. (Effect of 48 h Fasting on Autonomic Function, Brain Activity, Cognition, and Mood in Amateur Weight Lifters by Rima Solianik, Artūras Sujeta, Asta Terentjevienė, and Albertas Skurvydas)
Namun bila latihan dalam bab ini terasa sangat berat bagi Anda, maka beberapa pemahaman dan latihan ringan berikut mungkin bisa menjadi penyemangat bagi Anda;
Memahami Kesedihan
Kesedihan muncul dari sebuah penolakan. Anda bersedih karena kehilangan anak; Anda menolak untuk kehilangan anak. Anda membuat sebuah jarak antara diri Anda dan kenyataan. Anda menolak menjalani kenyataan seperti adanya. Penolakan ini adalah lawan dari penerimaan. Jarak yang Anda buat dengan kenyataan bukanlah jarak yang bisa diukur secara nyata, ia eksis dalam perasaan Anda. Semakin sedih diri Anda, maka semakin jauh jarak keberadaan Anda dengan kenyataan. Beberapa orang gagal menghadapi kesedihan ini dan menjadi penyebab gangguan jiwa yang serius baginya. Bila penolakan ini semakin melemah, maka kenyataan hidup akan kembali merangkul Anda dan bersiap menghadapi level selanjutnya. Energi penolakan yang sangat besar kemudian ditransformasikan pada kesabaran batin. Selanjutnya kesabaran inilah yang menerima kenyataan hidup ini apa adanya. Tanpa suka dan duka.
Cara mentransformasikan rasa kesedihan menjadi penerimaan yang membahagiakan sangat mudah. Saat kesedihan datang jangan menolaknya. Rasakan dan hayati kesedihan itu dengan mendalam. Rasakan bagian mana dari diri Anda yang terasa paling sakit karena merasa sedih. Saat Anda mengamati hal ini dengan benar maka secara fisiologis akan ada beberapa tAnda pada diri Anda. Perut Anda mungkin akan bergejolak, bergolak. Nafas Anda mungkin akan semakin pelan dan dalam. Bayangkan Anda berada di posisi obyek yang membuat Anda bersedih. Bayangkan mereka yang memiliki kesedihan yang sama dengan Anda. Bila Anda lambat laun bisa merasakan diri yang sedih itu sebenarnya bukan Anda. Bahwa diri Anda yang sejati tidaklah terganggu oleh kesedihan. Anda akan melihat bagaimana kesedihan itu mengalir dalam diri Anda. Ia hidup. Dan saat Anda bisa menyadarinya, Anda akan tersenyum tulus dan merasa iba padanya. Ia telah menderita sepanjang waktu, maklumilah keberadaanya, rangkullah dirinya dan berilah ia kepercayaan dan cinta. Maka Anda akan merasakan bahwa energi kesedihan Anda berproses, bertransformasi menjadi rasa kasih sayang yang tulus. Kasih sayang yang benar-benar menjadi esensi diri Anda.