Entanglement adalah fenomena kunci dalam fisika kuantum yang telah diuji dan diamati dalam berbagai eksperimen. Meskipun sulit untuk memberikan “pembuktian” definitif dalam arti klasik, ada banyak eksperimen yang mendukung eksistensi dan sifat entanglement. Berikut beberapa contoh eksperimen yang mengonfirmasi fenomena entanglement:
- Eksperimen EPR (Einstein-Podolsky-Rosen): Eksperimen EPR (Einstein-Podolsky-Rosen) adalah eksperimen pemikiran yang diusulkan oleh Albert Einstein, Boris Podolsky, dan Nathan Rosen pada tahun 1935 dalam upaya untuk menunjukkan bahwa fisika kuantum mungkin memiliki beberapa kelemahan. Eksperimen ini dirancang untuk menyoroti apa yang mereka lihat sebagai paradoks dalam interpretasi kuantum terhadap fenomena entanglement dan determinisme. Tujuan utama dari eksperimen EPR adalah untuk menunjukkan bahwa, berdasarkan interpretasi kuantum tertentu, dua partikel yang terentang dapat memiliki korelasi yang tidak mungkin dijelaskan oleh hukum fisika klasik. Secara singkat, skenario eksperimen EPR melibatkan dua partikel yang terentang (misalnya dua foton yang bersama-sama diciptakan dalam proses fisika tertentu). Setelah terentang, dua foton ini dilepaskan dalam arah yang berlawanan dan diterima oleh dua detektor yang jauh satu sama lain. Pada dasarnya, Einstein dan kolega menyatakan bahwa jika kita mengetahui sifat suatu partikel dengan pasti (seperti posisi dan momentumnya), kita seharusnya dapat memprediksi sifat partikel terentang yang lain dengan pasti. Mereka menyimpulkan bahwa entanglement mengandung “variabel tersembunyi” yang belum ditemukan. Namun, eksperimen EPR, dalam konteks sejarah dan pengembangan lebih lanjut dalam fisika kuantum, menghasilkan hasil yang tidak sesuai dengan pandangan ini. Eksperimen yang dilakukan pada tahun 1970-an dan seterusnya menunjukkan bahwa tidak mungkin untuk memiliki dua variabel tersembunyi lokal yang menjelaskan fenomena entanglement sesuai dengan prinsip-prinsip klasik. Ini dikenal sebagai Teorema Bell. Teorema Bell dan eksperimen yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip kuantum menunjukkan bahwa entanglement adalah fenomena nyata dan tidak dapat dijelaskan oleh variabel tersembunyi lokal. Meskipun eksperimen EPR awalnya dirancang untuk menyoroti potensi kelemahan dalam fisika kuantum, hasilnya malah menguatkan interpretasi kuantum bahwa fenomena seperti entanglement adalah fitur integral alam semesta yang perlu diakui dalam pemahaman tentang realitas kuantum.
- Uji Bell (Bell Test): Uji Bell (Bell Test) adalah serangkaian eksperimen dalam fisika kuantum yang bertujuan untuk menguji fenomena entanglement dan melihat apakah hasil-hasilnya sesuai dengan prinsip lokalitas dan determinisme klasik atau jika mereka lebih sesuai dengan prinsip-prinsip fisika kuantum. Eksperimen ini berdasarkan pada Teorema Bell yang pertama kali diusulkan oleh fisikawan John S. Bell pada tahun 1964. Teorema Bell menyajikan suatu cara untuk memeriksa apakah fenomena kuantum seperti entanglement dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel tersembunyi lokal, seperti yang diajukan oleh Albert Einstein, Boris Podolsky, dan Nathan Rosen (eksperimen EPR). Dasar dari uji Bell adalah bahwa dalam pengaturan tertentu, fenomena kuantum dapat menghasilkan korelasi antara partikel yang terentang yang tidak dapat dijelaskan oleh model klasik yang melibatkan variabel tersembunyi lokal. Hasil eksperimen Bell membandingkan hasil korelasi yang diharapkan berdasarkan fisika kuantum dengan hasil yang diharapkan dari model variabel tersembunyi lokal. Ada berbagai variasi uji Bell yang telah dilakukan dalam berbagai eksperimen. Contoh dasar dari uji Bell melibatkan dua partikel terentang yang dilepaskan dalam arah yang berlawanan dan diukur pada properti tertentu seperti spin atau polarisasi. Melalui berbagai variasi dan aransemen percobaan, ilmuwan telah menunjukkan bahwa hasil korelasi antara partikel-partikel terentang secara signifikan melampaui batas yang dapat dijelaskan oleh model klasik berdasarkan variabel tersembunyi lokal. Hasil uji Bell, yang sejalan dengan teori kuantum, menunjukkan bahwa fenomena entanglement melibatkan korelasi yang melibatkan pengaruh instan pada partikel yang terentang, tidak peduli seberapa jauh jaraknya. Ini merupakan salah satu bukti penting yang mendukung sifat non-lokal dan non-klasik dari alam semesta pada skala subatomik, sesuai dengan prinsip-prinsip fisika kuantum.
- Teleportasi Kuantum: Teleportasi kuantum adalah fenomena dalam fisika kuantum di mana keadaan kuantum dari suatu partikel di \”transfer\” atau \”dikirim\” ke partikel yang terentang, meskipun kedua partikel tersebut dapat berada pada jarak yang jauh satu sama lain. Namun, penting untuk diingat bahwa istilah \”teleportasi\” di sini tidak mengacu pada teleportasi dalam arti sebenarnya, seperti yang sering kita temui dalam fiksi ilmiah. Teleportasi kuantum tidak melibatkan perpindahan benda fisik melalui ruang. Proses teleportasi kuantum melibatkan tiga partikel: partikel sumber (A), partikel terentang (B), dan partikel bantu (C). Partikel sumber adalah partikel yang akan \”dikirimkan\” ke partikel terentang. Partikel terentang adalah partikel yang telah terentang dengan partikel sumber, sehingga mereka memiliki korelasi kuat. Partikel bantu adalah partikel tambahan yang digunakan dalam proses. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam proses teleportasi kuantum: Persiapan Keadaan Terentang: Partikel sumber (A) dan partikel bantu (C) diubah menjadi sebuah keadaan terentang, biasanya melalui interaksi sebelumnya. Ini menciptakan korelasi kuat antara A dan C. Interaksi dengan Partikel Sumber: Partikel sumber (A) diukur dengan menggunakan teknik yang disebut \”pengukuran Bell\”. Hasil dari pengukuran ini dikirimkan ke partikel bantu (C) melalui media kuantum, seperti foton atau partikel yang terentang. Operasi pada Partikel Terentang: Berdasarkan hasil pengukuran Bell yang diterima dari partikel sumber, partikel bantu (C) dioperasikan sesuai dengan hasil tersebut. Ini mengubah keadaan partikel bantu (C) menjadi keadaan yang sesuai dengan keadaan partikel sumber (A). Pemindahan Keadaan: Setelah operasi pada partikel bantu (C), keadaan partikel sumber (A) diubah menjadi keadaan yang sesuai dengan partikel bantu yang telah dioperasikan. Dalam arti ini, informasi tentang keadaan partikel sumber \”dipindahkan\” ke partikel terentang. Proses ini menjelaskan bagaimana keadaan kuantum dari partikel sumber (A) secara efektif \”dikirim\” ke partikel terentang (B), meskipun keduanya dapat berada pada jarak yang jauh satu sama lain. Teleportasi kuantum bergantung pada fenomena entanglement dan efek kuantum lainnya. Meskipun telah dicapai dalam eksperimen di laboratorium, teleportasi kuantum masih merupakan konsep yang kompleks dan sulit untuk diimplementasikan dalam skala makro.
- Eksperimen Mengukur Sudut: Dalam eksperimen ini, dua partikel terentang diberikan perintah untuk bergerak dalam arah yang berlawanan, dan satu partikel diukur untuk mendeteksi spinnya. Hasil pengukuran spin pada partikel pertama akan secara instan mempengaruhi spin partikel kedua. Eksperimen mengukur sudut adalah eksperimen dalam fisika kuantum yang menguji fenomena entanglement pada partikel-partikel yang memiliki keadaan spin atau polarisasi. Eksperimen ini dirancang untuk mengukur korelasi antara partikel-partikel terentang dalam berbagai arah pengukuran dan mengamati bagaimana hasilnya terkait dengan fenomena entanglement. Misalnya, pertimbangkan dua partikel yang terentang, yang biasanya adalah partikel dengan spin elektron atau polarisasi foton. Dalam eksperimen ini, partikel-partikel ini terlibat dalam interaksi yang menghasilkan entanglement sehingga keadaan mereka terkait erat dan pengukuran pada satu partikel akan mempengaruhi partikel lainnya secara instan, terlepas dari seberapa jauh jaraknya. Dalam eksperimen mengukur sudut, setiap partikel diukur dalam berbagai arah pengukuran. Ini dilakukan dengan mengatur detektor yang dapat mengukur arah polarisasi atau spin. Biasanya, dalam pengaturan ini, pengukuran dilakukan dalam tiga arah yang disebut \”Arah A,\” \”Arah B,\” dan \”Arah C.\” Hasil pengukuran diukur dalam istilah statistik, yaitu seberapa sering partikel yang diukur menunjukkan hasil tertentu dalam setiap arah pengukuran. Dalam eksperimen ini, hasil yang diharapkan akan menunjukkan korelasi yang kuat antara partikel-partikel terentang. Misalnya, jika pengukuran pada partikel A menunjukkan spin atas dalam Arah A, maka pengukuran pada partikel B dalam Arah B juga akan cenderung menunjukkan spin atas. Eksperimen ini menguji prinsip entanglement dan hubungan yang kompleks antara partikel-partikel terentang. Hasil yang diamati sesuai dengan prediksi teori kuantum dan menunjukkan bahwa partikel yang terentang memiliki hubungan yang tidak mungkin dijelaskan oleh model klasik konvensional. Eksperimen mengukur sudut adalah salah satu cara untuk menguji fenomena entanglement dan menunjukkan bagaimana partikel-partikel terentang dapat menghasilkan korelasi yang sangat kuat dan tak terpisahkan, bahkan pada jarak yang jauh.
- Fenomena Foton Polarization: Eksperimen ini melibatkan foton yang dihasilkan dalam keadaan terentang dalam hal polarisasi. Pengukuran polarisasi pada satu foton akan secara instan mempengaruhi polarisasi foton yang terentang. Fenomena polarisasi foton adalah karakteristik dari cahaya atau radiasi elektromagnetik, termasuk cahaya tampak dan sinar-X, di mana arah getaran medan listrik dari gelombang elektromagnetik mengalami orientasi tertentu. Polarisasi foton sering kali digambarkan sebagai arah getaran dari medan listrik dalam bidang yang tegak lurus terhadap arah propagasi foton (arah perambatan gelombang). Dalam fisika klasik, cahaya dianggap sebagai gelombang elektromagnetik yang memiliki medan listrik yang bergetar secara acak dalam semua arah di bidang tegak lurus terhadap arah perambatan. Namun, polarisasi adalah sifat di mana medan listrik dalam gelombang elektromagnetik memiliki arah preferensi tertentu. Terdapat beberapa jenis polarisasi foton yang umum ditemui, termasuk: Polarisasi Linear: Medan listrik bergetar dalam satu arah yang tetap sepanjang waktu. Ini bisa sejajar dengan sumbu horizontal, vertikal, atau sudut lain di antara keduanya. Polarisasi Sirkular: Medan listrik bergetar dalam pola melingkar di sekitar sumbu perambatan. Ini bisa searah jarum jam (polarisasi kanan) atau berlawanan arah jarum jam (polarisasi kiri). Polarisasi Elips: Medan listrik bergetar dalam pola elips. Ini adalah kombinasi dari polarisasi linier dan sirkular. Dalam konteks fisika kuantum, polarisasi foton memiliki sifat kuantum yang menarik. Foton dalam keadaan polarisasi tertentu, misalnya, dapat dianggap sebagai memiliki arah spin tertentu. Eksperimen polarisasi foton telah digunakan untuk menguji fenomena kuantum, termasuk entanglement dan pengukuran sudut. Eksperimen ini juga memiliki aplikasi praktis, seperti dalam teknologi optik dan komunikasi kuantum. Teknologi polarisasi foton digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk pembuatan kacamata matahari polarisasi untuk mengurangi silau, pengambilan gambar medis seperti resonansi magnetik (MRI), dan komunikasi optik yang aman dalam komunikasi kuantum, di mana polarisasi foton digunakan sebagai bit kuantum.
- Uji Kekerasan: Uji ini mengukur bagaimana partikel terentang yang berada pada jarak yang jauh dapat menghasilkan korelasi kuat di antara mereka.
Dalam semua eksperimen ini, hasil yang diamati sesuai dengan prediksi teori kuantum dan menunjukkan bahwa partikel yang terentang memiliki hubungan yang tak terpisahkan, yang dikenal sebagai entanglement. Meskipun masih ada perdebatan interpretatif dalam fisika kuantum, eksperimen ini telah menjadi bukti bahwa fenomena entanglement adalah bagian integral dari alam semesta sesuai dengan teori kuantum.